Sunday, 8 July 2018

Adek Irma Suryani Nasution Dalam Kenangan

0




Hallo teman,
setelah sekian lama serta e-mail - e-mail permintaan untuk melanjutkan bercerita di blog ini, simak yuks cerita kali ini.
semoga suka yaaa ...


____________________________________________________________________________________________________________________________





Kenapa kau tembak tubuhku

Aku tak bersalah padamu

Aku hanya cinta pada ibu dan bapakku

Itukah dosaku??

Kenapa kau sampai hati memotong hidupku
Kau tak kenal padaku . . . . . . . . . . .!!!
. . . . . . . . . . . . .­­­­­­



Seandainya Adek Irma Suryani Masih Hidup ...


Tak jauh berbeda dengan Pierre Tendean, kita ketahui jika Adek Irma Suryani Nasution juga merupakan korban meninggal yang tidak direncanakan atas aksi penculikan yang semula menyasar pada Jenderal Abdul Haris Nasution. Pagi kelam itu, tanpa sengaja peluru-peluru yang berhamburan mencari mangsanya menembus tubuh mungil si bungsu dari Jenderal AH. Nasution. Sedangkan Jenderal AH. Nasution berhasil meloloskan diri dari aksi berdarah di pagi hari tersebut karena desakan dari sang istri, Johana Sunarti Nasution.


Adek Irma Suryani, si manis nan lincah putri bungsu dari keluarga A.H Nasution lahir pada 19 Februari 1960. Tapi kelincahan si manis ini harus berakhir di tangan-tangan kotor yang merenggut nyawanya secara paksa, ia meninggal di usia 5 tahun 7 bulan. Usia yang masih sangat belia di mana anak-anak seusianya masih senang bermain, berlarian sana-kemari serta bermanja-manja kepada orang tuanya. Tapi hal memilukan tak dapat dihindari lagi ketika 3 peluru menembus tubuh Adek.

Kini, nama Adek Irma Suryani hanyalah sebuah kenangan pilu tentang bagaimana perjuangan hidup seorang anak yang bertahan dengan peluru yang bersarang di tubuhnya selama beberapa hari. Dalam sebuah wawancara, Ibu Nasution pernah berujar bahwa jika ia melihat anak-anak yang mungkin seumuran atau teman bermain Adek, maka Adek pasti akan sama sebesar mereka jika Adek masih hidup.

Semasa hidupnya, Pak Nas dan Ibu Nas sering membicarakan segala sesuatu tantang Adek saat mereka merindukan sosok putri bungsunya yang telah terlebih dahulu berpulang. Adek Irma Suryani berpulang setelah 5 hari lambungnya robek oleh peluru. Waktu itu dini hari di tanggal 1 Oktober 1965 ketika rumah Pak Nas di Jl. Teuku Umar diserbu oleh segerombol pasukan pengkhianat. Mendengar suara ribut-ribut Adek pun terbangun. Tantenya, Mardiah (adik Pak Nas) segera menggendong Adek dengan maksud ingin menyelamatkan Adek ke tempat yang lebih aman.

Tapi malang tak dapat ditolak, saat Mardiah mencoba membuka pintu kamar, senjata yang berada di balik pintu langsung memuntahkan pelurunya ke arah Mardiah yang sedang menggendong Adek. Rupanya para pengkhianat tersebut menyangka bahwa yang akan keluar dari dalam kamar adalah Pak Nas, tetapi ternyata Adek-lah yang menghadapi maut di ambang pintu tersebut. Segera Ibu Nas mengambil alih Adek untuk kemudian digendongnya dengan darah yang telah membasahi tubuh Adek.

Lalu, apakah Ibu Nas menyesal mengapa pada saat itu Mardiah membuka pintu yang berakhir dengan kematian Adek?

Tidak, Ibu Nas berkata bahwa jalannya memang sudah demikian. Mardiah juga tidak sengaja dan tidak tahu bagaimana bahayanya jika membuka pintu itu. Ibu Nas menuturkan bahwa mereka tidak menyesali kejadian tersebut, karena jika dipikirkan, banyak peluru yang melesat melewati rambutnya hingga rambutnya terbawa, tak hanya itu karena peluru juga melesat menyerempet ketiaknya. Ibu Nas merasa seharusnya saat itu ia sudah mati, karena saat direkonstruksi, tepat di tempat ia berdiri di balik pintu, terdapat lubang-lubang peluru yang menembus pintu.

Sebagian orang yang akan meninggal, kadang bertingkah laku di luar kebiasaan sehari-harinya. Hal tersebut merupakan firasat bagi orang-orang atau pun keluarga yang akan ditinggalkannya. Ibu Nas sendiri tidak merasakan ada firasat apapun atas kepergian Adek. Tapi Ibu Nas sendiri mendapatkan firasat tentang kejadian yang akan menimpanya keluarganya kala itu.

Pada hari-hari menjelang bulan Oktober di tahun 1965, Ibu Nas sempat bermimpi bahwa ayahnya yang sudah meninggal dunia di tahun 1963, RP. Gondokusumo, yang dekat dengan Bung Karno datang dengan menggunakan kain sarung dan singlet. Dalam mimpi tersebut ayahnya berkata bahwa saat ini keadaan sedang ruwet dan negara sedang dikacaukan.

Pada pagi hari setelah Pak Nas didesak oleh Ibu Nas untuk menyelamatkan diri dengan melompati tembok di sebelah rumah, gerombolan pengkhianat pergi dengan membawa serta sang ajudan. Ibu Nas masih menggendong Adek yang sudah bermandikan darah.  Ditatapnya punggung ajudannya yang sudah ia anggap sebagai anggota keluarganya sendiri menjauh, digiring oleh orang-orang yang berhasil memporak-porandakan rumah dan juga buah hatinya. 

Setelah keadaan kembali hening dan kosong, Ibu Nas berusaha untuk mencari supir guna membawa Adek ke rumah sakit. Ibu Nas sempat mampir ke markas KKO memberitahukan apa yang baru saja ia alami. Sesampainya di RSPAD, Ibu Nas juga memberitahukan kepada dokter. Rubiono untuk melaporkan ke Istana tentang apa yang baru saja terjadi.

-----------------

Adek mau terus hidup...


Pak Nasution - Adek Irma - Ibu Johana Sunarti - Yanti
Di ruangan rumah keluarga AH.Nasution yang kini telah menjadi Museum Sasmitaloka Jenderal AH. Nasution, banyak terpampang gambar dan foto Adek. Di samping foto-foto tersebut, terdapat pula lubang-lubang bekas peluru yang menembus pintu dan perabot lainnya. Rumah tersebut dibiarkan seperti itu agar selalu tampak asli seperti dahulu.

Gambar-gambar Adek yang dipasang merupakan pemberian dari kawan-kawannya yang bersimpati. Berkali-kali lukisan Adek berdatangan serta hal-hal yang berhubungan dengan Adek. Semua masih tetap terpelihara untuk mengenang Adek. Setelah kejadian yang memilukan tersebut, keluarga A.H Nasution sempat bermaksud untuk pindah rumah. Tapi kenangan tentang Adek yang selalu hidup di tengah mereka dan membuat mereka tetap menempati rumah tersebut.

Baju-baju Adek diberikan kepada anak-anak lain seusia Adek atau beberapa disimpan dan sempat digunakan oleh cucu Bapak dan Ibu Nas. Baju kesayangan Adek Sebagai Kowad tetap disimpan dan dipamerkan di museum. Baju pestanya yang terakhir diserahkan oleh pihak keluarga ke Museum Taruna di Magelang.

Bagaimana pun tabahnya hati seorang ibu yang telah kehilangan anak yang dicintainya, tentu masih tergetar juga perasaannya jika harus mengingat peristiwa yang merenggut nyawa putri kecilnya yang belum lama mewarnai keceriaan di hari-harinya. Bagaimana ketika saat Adek baru saja tertembak, Adek berkata bahwa ia ingin tetap hidup.


Prosesi pemakaman Adek Irma Suryani

Saat ingin dioperasi dan minum obat untuk persiapan, Adek sempat berkata, “Adek minum obat supaya Adek cepat sembuh.”. Tapi takdir berkata lain, Adek telah benar-benar kehilangan rasa sakitnya untuk selama-lamanya.

Kenangan pada Adek tak hanya membekas bagi keluarga, tapi kita semua bisa merasakan bagaimana peluru-peluru yang beterbangan di rumah tersebut menembus tubuh mungil seorang anak tak berdosa. Adek mungkin telah tiada, tapi kenangan dan peninggalan-peninggalan Adek bisa kita lihat di Museum Jenderal AH. Nasution, Jakarta.

Tentu saja, Adek Irma Suryani Nasution sudah tidak ada, tapi namanya masih selalu membekas di hati keluarganya, teman-temannya, dan juga kita semua.



sumber: Astuti Wulandari (Adek Irma Suryani Nasution dalam Kenangan)


Semoga bermanfaat,
Salam hangat :)


0 comments:

Post a Comment