Monday 2 October 2017

(masih) Tentang Pierre Tendean

21


Halloo kaliaannn .. ^^
Terimakasih sudah menemukan halaman ini untuk dibaca demi mengisi waktu kalian atau hanya sekedar penasaran.

Saya rasa dari mayoritas postingan yang sudah saya buat mungkin sebagian besar tentang Pierre Tendean. Ijinkan kali ini saya membahasnya lagi di tulisan saya ini.

Dari buku-buku yang pernah saya baca, Pierre Tendean adalah sosok yang menawan yang sudah tidak diragukan lagi oleh para saksi hidup yang bisa merasakan keadaannya saat itu. Bahkan oleh generasi yang jauh setelahnya-pun bisa sungguh merasakan pesonanya, tatapannya, hingga --- (ah, saya terlalu banyak berfantasi)

Banyak ditulis dan diceritakan pula bahwa Pierre Tendean tidak saja menjadi rebutan bagi para gadis remaja tetapi juga menjadi rebutan para jenderal untuk dijadikan ajudan.Tapi terhitung 15 April 1965 Pierre Tendean memangku jabatan sebagai Ajudan Menko Hankam/Kasab Jenderal A.H NAsution.

Kita baru saja memperingati hari Kesaktian Pancasila yang sebelumnya diwarnai dengan kejadian berdarah G30S PKI.
Saya tidak akan membahas tentang korban lain selain perwira muda yang menjadi tameng untuk Sang Jendral. Pengorbanannya yang lalu mengantarkannya pada predikat Pahlawan Revousi tidaklah mudah, nyawa taruhannya. Dan bahkan media luar negeri-pun ikut serta dalam penelusuran pengorbanannya.

Dari paper yang ditulis oleh Ben Anderson yang berjudul 'How Did The Generals Die ?'
Capt. Pierre Tendean.
Hasil pemeriksaan luar adalah sebagai berikut:
1. Pada mayat ditemukan artikel berikut pakaian dan harta pribadi:
a. Jaket biru ritsleting, dengan lapisan flanel cokelat. 5 cm ke kanan
ritsleting, 21 cm di bawah kerah, sobekan berukuran 4 cm dengan 0,5 cm. 8,5 cm di bawah atas, pengukuran sobekan lain
3,5 cm dengan 1 cm. Pada bagian belakang kanan, 15 cm dari tengah, 25,5 cm di bawah bahu, lubang kecil berukuran 2,5 cm dengan 1 cm.
b. Celana hijau.
c. Celana putih, merek CLUB-MAN.
d. Saputangan hijau dengan garis-garis merah dan putih, di saku kanan
celana.
e. *censored*
2. Seorang laki-laki Indonesia, sekitar 30 tahun, mungkin keturunan Eropa parsial. Warna kulit dan kondisi gizi belum ditentukan. *censored*. Rigor mortis (kekakuan pada mayat) tidak ada lagi.
Memar subkutan (bawah lapisan kulit) belum ditentukan. Ketinggian mayat itu 176 cm, berat 65 kilo
grams.
3. Mayat menunjukkan tanda-tanda pembusukan canggih, sebagai berikut:
a. Seluruh epidermis hilang.
b. Perut bengkak; pada kedua kaki dan dada pola vena transparan.
c. Rambut di bagian atas dan depan kepala, alis, dan ketiak semua hilang.
d. Kedua bola mata rusak. Warna rambut coklat, panjang sekitar 5 cm. Selangkangan berambut juga coklat; tumbuh rata-rata.
4. kondisi gigi adalah sebagai berikut:
a. Pada rahang kiri atas, gigi kedua adalah palsu, dan gigi tersebut benar hilang.
b. Pada rahang kanan atas, gigi keenam hilang.
c. Pada rahang kiri bawah, gigi kelima hilang.
d. Pada rahang kanan bawah, gigi ketujuh hilang. *skipped*
5. Kedua tangannya terikat erat di pergelangan tangan; kedua tangan yang memutar di belakang punggung mayat dan ditarik ke atas, dengan tali colled putaran dada dan punggung. Kabel itu berwarna merah.
6. (k). Pada bagian belakang dasar cincin dan jari tengah tangan kiri, goresan berukuran 4 cm dengan 3 cm.
‪#‎edited‬ ‪#‎CMIIW‬


Mohon  maaf jika postingan ini membuat tidak nyaman, sebenanrnya hasil visum tersebut sudah dipublikasikan dalam bahasa asing, saya hanya menerjemahkannya saja.
Dan lalu, saya merasa bahwa tulisan tersebut dapat melengkapi hasil visum yang beredar di kebanyakan literatur.
Semoga tidak akan pernah ada kejadian serupa yang saya rasa kian marak kekejaman di masyarakat.
Hanya untuk koreksi diri, bagaimana seandainya hal tersebut terjadi pada orang-orang yang kita kasihi.

-duh, kok jadi seserius ini-

Itu aja dulu yah :D


Pak Pierre yang mana yaa ?? ^^

Salam hangat, Lisna

Monday 25 September 2017

Kapt. Pierre Tendean

10

Ia gugur mempertahankan Pancasila - Perwira Ganteng, suka mbanjol banjak gadis ketjantol.


Djakarta, (Yudha Minggu) --- Tahun 1965 saja menjadi Empu.", demikian antara lain pesan Letdjen G.P.H. Djatikusuma, dalam perpisahan antara beliau dengan Para Perwira Corps Zeni A.D, di Aula ZIBANG, tanggal 19 Oktober 1965, berhubung dengan keberangkatan beliau untuk memangku jabatan yang baru, sebagai Komandan Political Combat Outpost di Rabbat, Marocco, sebagai Dubes, dalam rangka pengganyangan NEKOLIM.


"Kerisnya Nogososro, pamornya sengkelat, ya saya seperti Empu Supodrijo, Empu Djokosuro, seperti empu lainnya. Kerisnya antara lain: Kapten Zeni Anumerta Carmel Napitupulu, yang gugur di Irian Barat sewaktu TRIKORA yang lalu. Kapten Zeni I Gde Awet yang didrop di Merauke, sekarang masih ada. Lettu Ibrahim Saleh, yang membuat tentara Inggris dan Australia tidak berani di jalan sembarangan karena takut ranjaunya. Lettu Karsun, yang membuat jalan baru di Kalimantan Barat. Dan yang terakhir ini Kapten Anumerta Pierre A. Tendean, gugur sebagai Pahlawan Revolusi, mempertahankan Pancasila."


Demikianlah Kapt. Czi Anumerta Pierre A. Tendean, salah satu daripada banyak keris-keris yang ditempa di Akademi Militer Jurusan Teknik, di Panorama Bandung. Sebagai perwira remaja, membuktikan bahwa dirinya ikut andil besar dalam penyelesaian Revolusi ini. Bahwa ia ikut menjadi landasan dari Revolusi 45 yang kita pertahankan ini.


Mari kita mengungkap sedikit kehidupan Kapten Pierre Tendean tersebut.
Ayahnya, Dr. Tendean, putra Minahasa, kini menetap di Semarang.
Capt. An. Pierre memilih karier militer untuk masa depannya. Dari semula ibu dan ayahnya menghendaki supaya ia sekolah di Universitas atau di Akademi lain. Mulai Basic Training, ayah dan ibunya berkali-kali menulis surat supaya pindah saja dari awal ke sekolah lain. Tetapi Taruna Pierre bercita-cita keras untuk menjadi prajurit. Demikianlah ia tidak mau pindah dan bertekad untuk tetap di Akademi Zeni A.D ( nama dari Akademi waktu itu).

Dalam permulaan pendidikan, Taruna Pierre telah merebut hati para rekannya, mendapat nama baik di antara teman seangkatannya, juga dari para seniornya. Sebagai seorang calon perwira dia dapat memegang teguh martabat keperwiraannya, tetap memiliki militansi yang tinggi.

Dalam hal pendidikan di Akademi ini, dalam hal mata pelajaran Civil Technik, dia termasuk dalam golongan yang cukup baik.

Kombinasi antara karakter dan kecerdasan otaknya inilah yang menyebabkan atasan memilih dia sebagai Komandan Batalyon, Taruna Remaja. Tugas ini dilaksanakan dengan baik sekali. Beban ini masih ditambah dengan jabatannya sebagai Wakil Ketua Senat Corps Taruna. Teman-temannya mempercayakan dia dalam tugas-tugas Pembinaan Corps.

Meski Taruna Pierre sibuk dengan tugas-tugas kedinasan dan Corps, masih sempat juga Taruna Pierre meneruskan hobbynya dalam olah raga. Sebagai pemain basketball dan volley, dia ikut mempertahankan nama baik Akademi Zeni dalam hal olah raga, misalnya dalam pertandingan-pertandingan Pekan Olah Raga Mahasiswa, PORAKTA, pertandingan antara kesatuan-kesatuan militer, dan pertandingan-pertandingan lainnya. Segala aktivitas ini dijalaninya dengan tangkas dan semua sukses.


Taruna Pierre, orangnya ganteng, tinggi, atletis potongannya, simpatik. Banyak Mojang Priangan  menamakan dia Robert Wagner dari Panorama, dan banyak gadis-gadis mengusiknya, bila dia memimpin parade Taruna pada setiap perayaan hari besar. Rasa simpatik ini terutama tidak tertuju pada keadaan fisiknya, tetapi tertuju pada tingkahlakunya, kesederhanaannya, sopan santunnya, karakternya yang baik, dan satu hal lagi yang khas dari Taruna Pierre adalah selera humornya. Dalam kegiatannya sehari-hari penuh humor. Baik waktu berkumpul maupun dalam tugas-tugas yang berat sekalipun selalu diselinginya dengan humor.


Kata-kata humornya yang  mengena di antara kawan karibnya antara lain: " Hubungan antara Taruna Akmil Djurtek dengan para mahasiswa FKIP Bumi Siliwangi harus dipererat. Harus dipupuk terus. Sebab meneruskan tradisi dari kakak-kakaknya, ialah demikian menggondol Ijazah Akademi sekaligus menggondol gadis FKIP. Meskipun putri-putri itu belum lulus sekalipun, terus saja dibawa pergi untuk kawin."

Tentang kehidupan pun dia memiliki humor lain:

" Hidup teratur dapat dimulai setelah kawin."

" Kawin tanpa cinta juga boleh, cinta setelah kawin adalah lumrah."

Humor yang paling nekat adalah: " Makan banyak, minum banyak, tidur banyak, tapi kerja juga harus banyak. Pokoknya semua serba banyak."




Umurnya masih sangat muda. Lahir tahun1939. Maka belum banyak tugas-tugas militer diikutinya. Tahun 1958 tugas Operasi Sapta Marga di Sumatera Barat. Pangkat masih Kopral Taruna.
Dalam Operasi Pengganyangan NEKOLIM, Operasi DWIKORA, Lettu Pierre bertugas di perbatasan, beberapa kali memimpin sukarelawan masuk daerah musuh selalu berhasil dengan selamat, tugas-tugasnya selalu berhasil. Dalam tugas-tugas tersebut banyak keadaan kritis yang dihadapinya, namun selalu dapat mengatasinya dengan segala keberaniannya dan akalnya.

Tugas di perbatasan ini ditinggalkannya karena ada tugas baru, ialah sebagai Ajudan Menko Hankam Jendral Nasution. Tugas ini dipikulnya dengan rasa penuh tanggung jawab. Dengan keberanian yang luar biasa dia menjadi tameng dari Jendral Nasution, dan ini diakhiri dengan gugurnya sebagai Pahlawan Revolusi.

Demikian Kapten ZENI Anumerta Pierre A. Tendean sebagai Perwira remaja menunjukkan kemampuannya dalam banyak tugas.


---
Ditulis lagi dengan sumber asli Berita Yudha oleh; B. Irawan cs. Lettu CZI

Friday 14 July 2017

Mengenang Pierre Tendean (Part. III)

22

Hallo kalian,

-saya menyapa dengan nada yang sok akrab-
Apa kabar ?

Well, terima kasih teman-teman yang sudah menyempatkan waktunya untuk membaca cerita konyol saya di blog ini. Terima kasih juga untuk mau mengenal dan berteman dengan saya. Saya cinta kalian ^^.

Oke, karena banyak permintaan dan dukungan untuk melanjutkan kisah dan menulis kembali, kali ini seperti biasa saya akan berbagi sedikit cerita menlanjutkan cerita yang sebelumnya.

Mungkin tulisan saya terlalu identik dengan -saya pikir kalian juga sudah tau- Pierre Tendean. Yap, beberapa waktu lalu saat saya terlalu rindu dengan sosoknya, saya menyempatkan diri untuk datang berkunjung menemui kakak beliau, Ibu Mitzie.

Untuk yang bertanya-tanya bagaimana kabarnya, beliau dalam keadaan yang sangat baik. Bisa dibilang sangat baik mengingat usianya yang sudah sepuh.
Saya mengunjunginya sejak pagi sebelum siang terlalu terik.
Seperti biasa dengan sambutan hangat dan riangnya, beliau mempersilakan saya masuk dan menikmati halamannya yang terbilang luas dan rimbun. Saya dipersilakan masuk melalui pintu depan yang menghadap ke halaman.

Rumahnya masih teduh, seteduh tatapannya yang banyak menyimpan cerita tentang orang terkasihnya. Beliau mengajak berbincang tentang keadaan rumahnya saat ini yang baru beberapa hari lalu digunakan untuk lokasi pengambilan gambar sebuah film.

Setelah mempersilakan duduk, beliau mulai mengingat-ingat sebentar siapa saya -hahah, karena siapalah saya yang tak tau diri ini-. Sambil benbincang ringan, beliau menyuguhkan sebotol minuman legendaris serta makanan ringan ala Lebaran. Tidak hanya itu, karena masih dalam suasana Lebaran, beliau juga bercerita bahwa ada seseorang yang membuatkannya ayam kodok untuk perrsediaan makan beliau beberapa hari, bercerita juga beliau tentang kue-kue Lebaran pemberian dari besannya.










Sambil menikmati sajian yang dihidangkan, Ibu Mitzie bercerita pula tentang hobby-hobby dari adik tersayangnya. Ternyata salah satu hobby dari Pierre Tendean adalah membaca, hampir setiap waktunya Pierre habis dengan membaca ketika berada di kamar.

Buku - buku kesukaan Pierre Tendean juga masih disimpan dengan baik oleh Ibu Mitzie. Tanpa diminta untuk memperlihatkan koleksi buku sang adik, dengan senang hati beliau mengeluarkan koleksi buku-bukunya. Dan dengan senang hati pula saya menyambutnya dengan suka cita. (halah)







Koleksi Buku Pierre Tendean




Sebenarnya masih banyak koleksi buku dari Pierre Tendean, termasuk buku karya Pramoedya Ananta Toer yang masih beredar hingga sekarang. Banyak kenangan dari setiap buku yang beliau ceritakan, tapi yang paling berkenan adalah sebuah buku yang sangat adiknya sayang, hingga buku tersebut selalu dibawa kemana pergi termasuk saat Pierre Tendean masih menempuh pendidikan.






Buku Kesayangan Pierre Tendean





Dari perbincangan santai di hari itu, tak terasa waktu berjalan terlalu cepat. Sebenarnya ingin berlama-lama bersama Ibu, tapi apalah daya saya harus pamit. Sepertinya juga Ibu harus istirahat mengingat jam tidur siangnya tersita oleh tamu tak diundangnya.

Untuk kali ini, saya sudah cukup merasa terbayarkan tentang rindu pada Pierre Tendean, dan mengenangnya adalah cara terbaik untuk membayar segala rindu seperti yang pernah dilakukan oleh ibunda dari Pierre Tendean ketika rindu anak lelakinya yang telah berpulang.







Semoga apa yang saya bagikan kali ini bermanfaat untuk semua tanpa bermaksud merugikan pihak manapun.

Trims,
Salam hangat, 
Lisna :)

Monday 1 May 2017

Asal Mula Jalan Kapten Tendean - Jakarta

0

Hallo semua..
Bagaimana kabar perubahan?


Pernah dan pasti tau kan bahwa kita akan dengan mudah menemukan Jl. Kapten Tendean di beberapa kota besar di Indonesia. Kebetulan saya bekerja di daerah yang setiap hari mengharuskan saya melewati Jalan Tendean, bahkan ada Halte Tendean dan Tendean Residence.
Well, nama Tendean sudah tidak asing lagi jika kita berada di sekitaran Jakarta-Selatan.



Pemberian nama Tendean pada salah satu jalan yang berada di bilangan Mampang Prapatan tersebut bukanlah tanpa alasan. Secara tidak sengaja saya sempat bertanya kepada saudara kandung dari Kapten Tendean tentang pemberian nama pada jalan tersebut di daerah Jakarta-Selatan. Ternyata saat menjadi ajudan dan tinggal di daerah Menteng, di sela-sela waktu dinas Pierre Tendean juga sering menghabiskan waktu dengan menyusuri Jakarta atau berkunjung ke rumah teman-temannya yang berada di Jakarta.

Selain suka berrmain dengan Ade Irma, Pierre Tendean yang dikenal sebagai sosok yang ramah juga mempunyai lumayan banyak kenalan warga sekitar. Beliau juga sering menghabiskan waktu untuk sekedar makan malam di bilangan Jalan Sabang. Selain itu, Pierre Tendean juga sering berkunjung ke rumah komandannya saat itu yang tinggal di daerah Mampang Prapatan.

Tidak diketahui dengan jelas siapa nama komandan beliau saat itu, tapi menurut narasumber yang saya temui bahwa Pierre Tendean banyak menghabiskan waktu saat beliau sedang libur dinas atau menghabiskan waktu dengan duduk-duduk sambil berbincang ringan.

Maka setelah wafatnya Pierre Tendean, dijadikanlah wilayah Mampang prapatan dimana beliau sering tampak duduk-duduk di rumah komandannya diberi nama Jalan Kapten Tendean, yang hingga saat ini jalan tersebut semakin ramai dan banyak pembangunan yang semakin membuat nama Tendean mudah diingat.


Semoga tulisan saya memberi informasi yang bermanfaat.
Trims dan Salam Hangat,
Lisna :)